Rabu, 11 Desember 2013

PENDIDIKAN SEBAGAI REALITAS KEHIDUPAN


PENDIDIKAN SEBAGAI REALITAS KEHIDUPAN
Oleh : Moh. Askiyanto
Berbicara tentang pendidikan, maka yang muncul pertama kali di benak kita adalah lembaga pendidikan (sekolah), anak didik (siswa), dan penteransfer ilmu pengetahuan (guru). Yang memang komponin tersebut pada dasarnya mempunyai peran penting demi kelangsungan pendidikan.

Pendidikan  yang tujuan asalnya  adalah memanusiakan manusia agar memjadi manusia yang berilmu, berAkhlak mulia, cakap, kreatif, mandiri dan sekaligus menjadi warga Negara yang berdemokrasi serta bertanggung jawab, dan yang lebih penting pengetahuan yang di sertai keimana sekaligus ketaqwaan kepada tuhan yang maha Esa. Hal ini selaras dengan UU No 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pada pasal 3, yang menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dalam bentuk karakter serta pradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Hal yang demikian tidaklah mudah seperti apa yang kita bayangkan, tidak segampang membalikkan telapak tangan begitu saja, namun ini tidak terlepas dengan sistem pendidikan yang di terapkan di sebuah lembaga pendidikan jika sistem yang diterapkan relefan dengan keadaan maka secara otomatis apa yang sudah menjadi visi dan misi sekolah akan mudah tercapai, namun jika tidak maka sebaliknya, yakni  akan berdampak kepada pendidikan dan anak didiknya, mereka akan cenderung meremehkan pendidikan. Dan bahkan akan berimbas pada pisikologi anak dan menganggap bahwa pendidikan itu tidak perlu karena mereka menganggap sekolah adalah tempat pemasungan krakter dan tak ubahnya sebagai penjara bagi mereka.
Hal demikian bisa kita buktikan dengansistem yang diterapkan di sekolahyang hanya  di titik tekankan kepada pendidikan formal saja tampa mereka di beri fasilitas pendidikan Non formal. Sebab pengetahuan yang banyak di peroleh  tidak hanya di formal namun sebaliknya yaitu pengalaman dan keseharian mereka. Semisal kegiatan Ekstra kulikuler  atau pendidikan di luar mata pelajaran serta playanan konseling untuk membantumembangun kemampuan anak didik sesuai dengan kemampuannya, potensi, bakat, dan minat mereka melalui kegiatan yang khusus di selenggarakan oleh tenaga pendidik yang berwenang serta mempunyai kemampuan untuk menjadi seorang pentransfer ilmu pengetahuan (guru). Dengan pengaplikasian yang seprti ini anak didik mampu mengembangkan potensi dan bakatnya secara maksimal sehingga mampu mengaplikasikan kemampuannya dengan baik. Menurud Paulo Freire bahwa pendidikan haruslah berorientasi kepada pengenalan realitas diri manusia dan dirinya sendiri yang harus melibatkan tiga unsur sekaligus sebagai hubungan dialektisnya yakni pengajar, plajar atau anak didik, serta realitas dunia. Dengan ini kita sudah mempunyai gambaran bahwa lembaga pendidikan tidak hanya mengedepankan formalitas namun bagaimana  melihat kepada realitas ataupun kecendrugan anak didiknya.
Kemudian disinilah peran lembaga pendidikan yang sangat dibutuhkan dimana mereka bisa berfikir dan anak didiknya juga di pikirkan. Jadi guru adalah merupakan subyek aktif, sedangkan anak didik adalah obyek pasif yang menurud, apkah mereka akan diisi dengan ilmu pengetahuan, atau malah sebaliknya hanya di jadikan sarana untuk mendapat keuntungan pribadi.
Pendidikan yang memang tujuan awalnya adalah bagana bisa memanusiakan manusia dalam rangka menciptakan anak bangsa yang mampu menghadapi realitas kehidupannya, yang pada nyatanya saat ini sudah modern dan super canggih. Hal ini sudah terkafer bahwa banyak lembaga pendidikan yang sudah bertaraf internasional dengan fasilitas yang memadai dan  serba mewah, namun tidak sedikit juga lembaga pendidikan hanya dijadikan ajang kompetisi bagai mana agar banyak orang akan cendrung masuk ke lembaganya serta agar masyarakat memandang lembaga itulah yang paling cocok, tampa mereka menelusuri lebih mendalam tentang sistem pembelajaran yang di aplikasikan di lembaga tersebut apakah sudah sesuai dengan apa yang di harapkan.
Dalam keputusan pendidikan, badwa fungsi lembaga pendidikan yang pertama; sarana pengembangan sumberdaya manusia. Kedua; sarana sosialisasi nilai serta rekontruksi nilai dan yang Ketiga; sarana penyadaran dan pengembangan inteletual. Yang semua tujuan ini tentunya akan berdampak lebih baik pada wajah pendidikan.
Jika di telisik lebih jauh tentag pendidikan dalam garis besar, orang yang berperan sebagai pentrasfer pengetahuan adalah seorang guru, kemudian gurumemberikan kesempatan kepada siswanya untuk meng ekspresiakan ilmu yang mereka miliki, karena pendidikan yang ideal adalah seorang guru harus mamapumenjadi guru yang profesional serta mampu melihat kecenderugan dan kamuan anak didiknya. Sehingga merak tidakhanya jadi patung saja akantetapi mereka juga bisa aktif dalam ruang kelas serata anak didik mampu menyarap dengan masimal pelajaran yang telah disampaikan.
            Berdasarkan penelitian di harvart university amerika serikat (Ali Ibrohim Akbar,2000), ternyata kesuksesan seseorang tidak di tentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemempuan teknis (hard skill) saja, tetapi lebih oleh kemampuan mengelola dari dan orang lain (soft skill) penelitian ini mengungkapkan, bahwa kesuksesan hanya di tentukan sekitar 20 persen oleh hard skilldan sisanya 80 persen oleh soft skill, dengan demikian lembaga pendidikan harus mampu mengoreksikan pendidikan formal dan non formal yang ini mempunyai hubungan yang memperkaya  dan saling melengkapi satu sama lain yang memberikan konstribusi besar bagi anak didiknya, yaitu dengan cara memadukan dan mengoptimalkan kegiatan pendidikan informal (lingkungan) dengan pendidikan formal di sekolah. Allahua’lam 

0 komentar:

Posting Komentar