![]() |
PENDIDIKAN
SEBAGAI REALITAS KEHIDUPAN
Oleh
: Moh. Askiyanto
Berbicara tentang pendidikan, maka
yang muncul pertama kali di benak kita adalah lembaga pendidikan (sekolah),
anak didik (siswa), dan penteransfer ilmu pengetahuan (guru). Yang memang komponin
tersebut pada dasarnya mempunyai peran penting demi kelangsungan pendidikan.
Pendidikan yang tujuan asalnya adalah memanusiakan manusia agar memjadi manusia yang berilmu, berAkhlak mulia, cakap, kreatif, mandiri dan sekaligus menjadi warga Negara yang berdemokrasi serta bertanggung jawab, dan yang lebih penting pengetahuan yang di sertai keimana sekaligus ketaqwaan kepada tuhan yang maha Esa. Hal ini selaras dengan UU No 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pada pasal 3, yang menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dalam bentuk karakter serta pradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Hal yang demikian tidaklah mudah
seperti apa yang kita bayangkan, tidak segampang membalikkan telapak tangan
begitu saja, namun ini tidak terlepas dengan sistem pendidikan yang di terapkan
di sebuah lembaga pendidikan jika sistem yang diterapkan relefan dengan keadaan
maka secara otomatis apa yang sudah menjadi visi dan misi sekolah akan mudah
tercapai, namun jika tidak maka sebaliknya, yakni akan berdampak kepada pendidikan dan anak
didiknya, mereka akan cenderung meremehkan pendidikan. Dan bahkan akan berimbas
pada pisikologi anak dan menganggap bahwa pendidikan itu tidak perlu karena mereka
menganggap sekolah adalah tempat pemasungan krakter dan tak ubahnya sebagai
penjara bagi mereka.
Hal demikian bisa kita buktikan
dengansistem yang diterapkan di sekolahyang hanya di titik tekankan kepada pendidikan formal
saja tampa mereka di beri fasilitas pendidikan Non formal. Sebab pengetahuan
yang banyak di peroleh tidak hanya di
formal namun sebaliknya yaitu pengalaman dan keseharian mereka. Semisal
kegiatan Ekstra kulikuler atau
pendidikan di luar mata pelajaran serta playanan konseling untuk membantumembangun
kemampuan anak didik sesuai dengan kemampuannya, potensi, bakat, dan minat
mereka melalui kegiatan yang khusus di selenggarakan oleh tenaga pendidik yang
berwenang serta mempunyai kemampuan untuk menjadi seorang pentransfer ilmu pengetahuan
(guru). Dengan pengaplikasian yang seprti ini anak didik mampu mengembangkan potensi
dan bakatnya secara maksimal sehingga mampu mengaplikasikan kemampuannya dengan
baik. Menurud Paulo Freire bahwa pendidikan haruslah berorientasi kepada
pengenalan realitas diri manusia dan dirinya sendiri yang harus melibatkan tiga
unsur sekaligus sebagai hubungan dialektisnya yakni pengajar, plajar atau anak
didik, serta realitas dunia. Dengan ini kita sudah mempunyai gambaran bahwa
lembaga pendidikan tidak hanya mengedepankan formalitas namun bagaimana melihat kepada realitas ataupun kecendrugan
anak didiknya.
Kemudian disinilah peran lembaga
pendidikan yang sangat dibutuhkan dimana mereka bisa berfikir dan anak didiknya
juga di pikirkan. Jadi guru adalah merupakan subyek aktif, sedangkan anak didik
adalah obyek pasif yang menurud, apkah mereka akan diisi dengan ilmu
pengetahuan, atau malah sebaliknya hanya di jadikan sarana untuk mendapat
keuntungan pribadi.
Pendidikan yang memang tujuan
awalnya adalah bagana bisa memanusiakan manusia dalam rangka menciptakan anak
bangsa yang mampu menghadapi realitas kehidupannya, yang pada nyatanya saat ini
sudah modern dan super canggih. Hal ini sudah terkafer bahwa banyak lembaga
pendidikan yang sudah bertaraf internasional dengan fasilitas yang memadai
dan serba mewah, namun tidak sedikit juga
lembaga pendidikan hanya dijadikan ajang kompetisi bagai mana agar banyak orang
akan cendrung masuk ke lembaganya serta agar masyarakat memandang lembaga
itulah yang paling cocok, tampa mereka menelusuri lebih mendalam tentang sistem
pembelajaran yang di aplikasikan di lembaga tersebut apakah sudah sesuai dengan
apa yang di harapkan.
Dalam keputusan pendidikan, badwa
fungsi lembaga pendidikan yang pertama; sarana pengembangan sumberdaya manusia.
Kedua; sarana sosialisasi nilai serta rekontruksi nilai dan yang Ketiga; sarana
penyadaran dan pengembangan inteletual. Yang semua tujuan ini tentunya akan
berdampak lebih baik pada wajah pendidikan.
Jika di telisik lebih jauh tentag
pendidikan dalam garis besar, orang yang berperan sebagai pentrasfer
pengetahuan adalah seorang guru, kemudian gurumemberikan kesempatan kepada
siswanya untuk meng ekspresiakan ilmu yang mereka miliki, karena pendidikan
yang ideal adalah seorang guru harus mamapumenjadi guru yang profesional serta
mampu melihat kecenderugan dan kamuan anak didiknya. Sehingga merak tidakhanya
jadi patung saja akantetapi mereka juga bisa aktif dalam ruang kelas serata
anak didik mampu menyarap dengan masimal pelajaran yang telah disampaikan.
Berdasarkan
penelitian di harvart university amerika serikat (Ali Ibrohim Akbar,2000),
ternyata kesuksesan seseorang tidak di tentukan semata-mata oleh pengetahuan
dan kemempuan teknis (hard skill) saja, tetapi lebih oleh kemampuan mengelola
dari dan orang lain (soft skill) penelitian ini mengungkapkan, bahwa kesuksesan
hanya di tentukan sekitar 20 persen oleh hard skilldan sisanya 80 persen oleh
soft skill, dengan demikian lembaga pendidikan harus mampu mengoreksikan
pendidikan formal dan non formal yang ini mempunyai hubungan yang
memperkaya dan saling melengkapi satu
sama lain yang memberikan konstribusi besar bagi anak didiknya, yaitu dengan
cara memadukan dan mengoptimalkan kegiatan pendidikan informal (lingkungan)
dengan pendidikan formal di sekolah. Allahua’lam
0 komentar:
Posting Komentar